Monday, July 31, 2006

My Phobia


7/29/2006
1:03:12 AM





There’s
one horrible moment I always want to forget, but the more I try to
forget it, the more it stuck in my head. I just can’t get rid of
it.





Saya
masih inget banget, waktu itu saya kelas 1 SMA. Kelas 1C. Kelas yang
selalu diselimuti debu tiap pagi karena lokasi pintu yang langsung
berhadapan dengan lapangan dan track lari. Tapi bukan kelasnya
yang jadi masalah. Satu peristiwa yang cuma makan waktu beberapa
menit, tapi bener2 jadi ‘milestone’ yang ‘lumayan’
bikin saya kapok untuk tampil depan umum.





Waktu
itu pelajaran Bahasa Indonesia, tiap murid harus tampil di depan
kelas membacakan satu puisi. Satu persatu murid maju ke depan kelas
membacakan satu puisi yang dihapal. Yang lucu, ada satu murid yang
membacakan syair lagu RIF, tapi gurunya ga protes, entah memang
karena ga tau lagu itu atau memang ga ambil peduli. Temen2 sekelas
sih cuma senyum2 aja. But what happened to me was not funny at
all
. Tiba giliran saya untuk membacakan puisi di depan kelas.
Sejak dulu saya memang minder, ga pe-de, sepanjang membaca puisi,
saya sama sekali ga berani memandang audiens (which is a big
mistake according to books I read about public speaking
), saya
cuma memandang tembok di hadapan saya berganti-ganti dengan lantai di
bawah sepatu saya. Selesai membaca puisi, saya menghela napas lega,
tapi masih berdiri di depan kelas, waiting for applause… what
happened next… unbelievable…
Seorang teman sempat bertepuk
tangan satu kali, tapi… menyadari tidak ada seorang lain pun dalam
kelas yang bertepuk tangan, dia langsung berhenti dan meletakkan
tangannya kembali di atas meja. Damn!!! Rasanya waktu itu saya
pengen menghilang, being invisible would be a great gift. Tapi
enggak, saya masih berdiri di depan kelas, dalam kondisi tampak, tapi
kelas tetap hening. Saya sadar, berdiri selama apapun, saya ga akan
mendengar applause. Saya langsung bergegas kembali ke tempat
duduk (yang untungnya berlokasi di deretan paling depan karena saya
sering datang terlambat) sambil menunduk. Guess… I’m the only
student who didn’t get any applause
. Padahal saya yakin,
penampilan saya bukan yang terburuk. Saya masih membacakan puisi
dengan lancar, saya hapal. Ok, mungkin satu2nya kesalahan saya, saya
tidak memandang audiens, but… still… do I have to receive such
a mean attitude from all of my classmates. I didn’t know anything
about public speaking, I never feel comfort to speak in front of a
lot of people, the point is, I just don’t have confidence. Having
this experience, assure me to always lay low. As long as you can stay
unseen, keep unseen. At least when you don’t get any applause, that
because you meant to. You meant to be invisible. Not because people
judge you to
.


I
still remember this horrible moment. I still remember how hurt it
was. That’s why I always avoid any kind of situation where I should
speak in front of a lot of people. I’d rather be a good listener
than force myself to speak. That’s why I’m too afraid to look
stupid. Cause I’ve been there, done that. Sounds pathetic?





I’m
trying to fix myself. That’s why I took marketing as my major
.
Berharap bergaul dengan orang-orang marketing bisa membantu saya
menghilangkan rasa takut dan menumbuhkan percaya diri. Tapi mungkin
saya kurang keras berusaha. As you can see, now… I’m just a
freak that lock myself in my room. Too freak out to go outside and
meet people. Reading self-help book doesn’t really help. It just
motivate me for a while then disappear. I’m totally lost right now…






I
don’t want the world to see me


Coz I
don’t think that they’d understand


When
everything is made to be broken


I
just want you to know who I am…




No comments: