Sunday, August 02, 2015

Gerak Cinta



Dalam bab cinta, tak penting kita tak mengenal bentuknya. Tapi yang lebih penting kita melakukan geraknya.

Seperti terbangunnya Taj Mahal, Taj Mahal bukan bentuk cinta. Ia adalah karya dari gerak cinta. Cinta mengajak kita bergerak seperti melodi yang mengajak kaki berdetak tanpa disadari. Ia tenaga, yang mampu membangunkan orang dari tidurnya, membangkitkan jiwa dari malasnya.

Seperti angin yang menggerakkan kincir angin, lalu kincir angin menggerakkan turbin dan turbin melahirkan listrik. Cinta adalah energi awal yang menggerakkan. Semakin besar gelombangnya, semakin besar gerak yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin kecil gelombangnya, semakin kecil gerak yang dihasilkan. Besar kecil gerak, adalah ukuran terlogis dari besar kecil gelombang.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi kasih sayang.

Demikian cinta, ukuran terlogis dari besar kecilnya cinta terlihat dari gerak yang dihasilkannya. Maka cinta tak pernah mengajak lama berdiam diri, dan tak pernah lama meratapi.

Seberat apapun kelak kau menghadapi badai dalam keluarga, bergerak adalah pilihan paling logis untuk menyelesaikannya.

Di Afrika, setiap pagi seekor rusa bangun. Dan dia tahu harus berlari lebih cepat daripada seekor singa tercepat. Jika tidak, ia akan mati dimakan singa.

Di Afrika juga, setiap pagi seekor singa bangun. Dan dia tahu harus berlari lebih cepat daripada seekor rusa terlambat. Jika tidak, ia akan mati kelaparan.

Jadi apapun kita, singa atau rusa. Jika pagi sudah datang, fajar sudah menyingsing. Berlarilah, karena itu yang membuat kita tetap hidup.

*Sumber: “Ajari Anakmu Cinta 2” oleh Tony Raharjo & Melly Ummu Kahla

Saturday, July 18, 2015

Sebuah Fabel?



Katanya gajah adalah binatang yang memiliki daya ingat yang kuat. Semua hal yang dia alami akan selalu dia ingat, hal baik atau hal buruk. Itu sebabnya ada kisah tentang gajah sirkus yang sering digunakan dalam kisah-kisah motivasi tentang bagaimana mengubah mindset.

Tahu kan? Kisah seekor gajah sirkus yang semasa kecil kakinya dikekang dengan rantai. Setiap kali gajah itu mencoba bergerak, gerakannya terbatas sesuai panjang rantai yang mengekang kakinya. Sampai akhirnya gajah itu paham bahwa ruang geraknya terbatas, dia pun berhenti mencoba berjalan lebih jauh, hanya sebatas jangkauan panjang rantai. 



Ketika gajah sudah mulai terbiasa dengan ruang gerak yang terbatas, pawang sirkus pun mengganti rantainya dengan tali. Apa yang terjadi? Seandainya sang gajah mencoba lari, tali itu akan mudah putus oleh beratnya badan sang gajah. Tapi karena dalam pikirannya dia tidak bisa bergerak kemana-mana selain di sekitar tempatnya berdiri sekarang, dia pun tetap di tempat dan tak bergerak jauh-jauh.

Itulah yang sering dibahas oleh para motivator. Katanya jangan sampai kita seperti gajah itu. Terkekang oleh mindset yang penuh keterbatasan.

Nah… sekarang bagaimana kalau kasusnya seperti sang gajah? Mindset keterbatasan itu sudah terlalu kuat melekat dalam pikiran, sehingga setiap kali timbul keinginan untuk bergerak lebih jauh, pengalaman masa lalunya selalu mengingatkan dia bahwa dia takkan bisa bergerak lebih jauh. Ruang geraknya terbatas hanya di sekitar tempat dia berdiri sekarang.

Kalaupun dia ‘keukeuh’ ingin bergerak lebih jauh, sang ‘pawang’ selalu siap siaga untuk menguatkan kembali tali kekangnya, sehingga sang gajah kembali harus diam terduduk.

Hmm… apakah sang gajah sedang mencari pembenaran dengan menyalahkan sang pawang?

Dunno…

Hanya sekedar bahan renungan yang masih dalam pencarian jawaban.

Mungkin akan kutuangkan nanti kalau sudah ketemukan jawabannya…

Mungkin juga hanya akan kusimpan sendiri.

We’ll see…

*Gambar diambil dari http://www.danielbitz.com/wp-content/uploads/2013/03/Elephant-chains-latest-1024x680.png

Bergegas untuk Cinta



Cinta itu diputuskan cepat, karena cinta itu baik dan benar. Jika memutuskan kebenaran membutuhkan waktu lama, maka itu tidak benar.

Orang yang memutuskan mencintai seseorang, maka dengan segera dia akan melamarnya. Karena cinta itu cepat, tidak bisa ditunda-tunda. Jika seorang laki-laki memutuskan mencintai seseorang, tapi keputusan itu diikuti kegamangan untuk melamarnya, jangan sebut itu cinta. Karena cinta itu baik dan benar, dan kebenaran tidak diputuskan lama. Saat kita terlalu lama memutuskannya, maka itu tidak lagi jadi benar.

Seorang ayah yang cinta pada isteri dan anaknya, tak bisa berlama-lama jauh dari keluarganya. Jikapun pekerjaan memisahkan waktu dan tempat di antara mereka, maka waktu pulang adalah waktu yang paling ditunggu. Yang paling diharapkan segera, sekali lagi karena cinta itu bergegas. Tidak bisa menunggu lama.

Seorang hamba yang cinta pada Rabbnya, ia tak bisa berlama-lama jauh dari Tuhannya. Adzan berkumandang, dia segera bergegas, begitupun dengan panggilan amal sholeh lainnya. Dia tak bisa menunggu lama. Cinta membuatnya bergegas, dia tak mau jadi yang paling belakang.

Maka bisa jadi derajat cinta kita pada sesuatu dapat diukur salah satunya dari seberapa bergegasnya kita atas cinta kita. Semakin cepat semakin tinggi, dan semakin lambat, semakin rendah cinta kita.

Maka kelak jika hati dan akal seorang lelaki, sudah mengatakan mampu mengemban cinta pada seseorang. Putuskanlah dengan cepat. Jangan biarkan setan memberi ruang untuk dirimu bermaksiat. Jika kamu masih menimbang dengan sangat lama, maka tinggalkanlah dulu cinta itu. Berarti cintamu belum cukup benar. Taruhlah sebentar cintamu, lalu perjuangkan lagi saat tidak ada keraguan lagi di hatimu untuk melambatkannya.

Cinta itu bukan virus. Ia tak pernah mematikan. Justru cinta itu harus dirawat, dipelihara, diperhatikan agar terjaga kesehatannya. Syahwat dan setan lah yang menjadi virus bagi cinta yang membuat cinta jadi mematikan.

Bergegaslah mempersiapkan diri jika kau mulai merasakan cinta. Tutupi ia, jadikan ia rahasia besar dalam dirimu. Segerakan cintamu begitu kau mampu, karena mungkin kita tak sekuat Ali dan Fatimah dalam menyimpan rahasia cinta ini dari keingintahuan setan.

“Tiada terlihat bagi dua orang yang saling mencintai. Yang seperti pernikahan.” (HR Ibnu Majah)

Sumber: “Ajari Anakmu Cinta 2” oleh Tony Raharjo & Melly Ummu Kahla

Wednesday, February 05, 2014

Malaikat tak bersayap

Entah kenapa tadi sore aku rasanya galauuu bangeett. Gara-gara sempet bahas tentang pentingnya olahraga kali ya,pikiran langsung melayang ke capoeira. Hiks... kangen banget latihan...

Untuk mengobati kangen, aku niatkan mampir sebentar ke tempat latihan malam ini, nonton latihan aja, sekalian setor muka, eh... silaturahim dengan temen-temen yang masih aktif latihan.

Tapi dasar tipe B (konon katanya golongan darah B mudah sekali merubah keputusan, hehe...), begitu lewat GGM Merdeka, aku lihat jam masih jam 7 kurang, kalau aku mau nonton latihan, bakalan nunggu lumayan lama sebelum latihan dimulai. Daripada kelamaan bengong, aku ganti keputusan untuk langsung pulang aja.

Ganti angkot di pabrik kina, turun di Dadali, dan sisa perjalanan kutempuh dengan jalan kaki. Nah... pas lagi jalan kaki di jalan Elang menuju Rajawali, tiba-tiba ada yang menyapa dari samping kanan (aku jalan di sisi kiri jalan).

"Mau ke depan? Hayu bareng."
Aku menoleh sambil terheran-heran, ternyata yang menyapaku seorang cici yang mengendarai motor.
"Emang mau kemana?" tanyaku yang masih heran.
"Itu mau ke depan juga, nanti di depan belok kiri, mau ke gardujati", jawab si cici.
Awalnya aku ragu-ragu karena merasa tak kenal dengan cici ini, jadi aku bertanya lagi, "beneran nih?"
"Iya, hayu naik."
 

Akhirnya jadilah aku nebeng motor cici sampai pinggir jalan raya. Hihi.. sebenernya jarak tempuhnya ga seberapa jauh, udah tinggal berapa meter, tapi mungkin cici memang ingin berbaik hati menawari tumpangan, aku pun tak sampai hati menolak melihat cici yang tampak tulus.
 

Sampai pinggir jalan raya, aku turun dari motor, "Hatur nuhun, cici".
"Sama-sama," jawab cici sambil melaju lagi.
wuaa... so sweet.... Suasana hatiku yang semula mendung tiba-tiba jadi cerah ceria lagi #eaa...
 

Alhamdulillah...
Allah memang al-Latif.
Cara-Nya membahagiakan makhluk-Nya sering tak terduga.

Tuesday, August 13, 2013

you don't have to be perfect -- are you sure?


Orang yang biasa pulang pada pukul sepuluh tiba-tiba pulang ke rumah pada tengah malam, akan dimarahi, ‘Apa kau gila?’. Tapi Orang kedua yang biasa pulang pada tengah malam tiba-tiba pulang pukul sepuluh, respon yang akan di dapat adalah, ‘Aigooo, sayangku… terima kasih kau pulang sangat awal' ”.

Seseorang yang selalu sempurna, saat melakukan kesalahan akan dimarahi, sementara seseorang yang sudah sering berperilaku memberontak hanya perlu melakukan sesuatu yang bagus agar bisa dipuji.

dikutip dari episode 5 serial Korea "Protect The Boss"

Saturday, December 29, 2012

Miskom... miskom...

aku : "Teh, karpet untuk besok cukup ga?"
teteh x : "karpet? ada?"
aku : "oh, ok..."

Dengan dialog yang sangat singkat seperti itu, aku menganggap semua persiapan acara sudah ok. Well... ga semua sih, itu cuma salah satu dialog ketika aku mau memastikan karpet untuk duduk lesehan peserta seminar dadakan di hari berikutnya sudah siap. 

Hari berikutnya, sekitar sejam/dua jam sebelum acara, ketika memastikan persiapan ruangan, barulah ketahuan kalau dialog sependek itu memang tak cukup sebagai sarana transfer informasi yang memadai *halah bahasanya...

teteh x : "Teh, hari ini tuh acaranya lesehan?"
aku : (bingung karena merasa hari sebelumnya sudah konfirm) "iya, Teh" (kan kemarin saya nanyain karpet - dalam hati doang)
teteh x : "ko ga bilang, itu sudah disiapkan kursi sama pak x"
aku : (kaget dan mulai gelisah) oh... (speechless)

Haha... reaksiku ga asik banget ya, cuma oh... :p
Singkat cerita, kursinya sudah dibereskan, dan diganti dengan karpet. Tapiii... mengingat jumlah peserta yang diundang (ceritanya) mencapai puluhan orang (mendekati angka seratus kalau informasi undangannya menyebar dengan baik), ga yakin karpet yang sudah digelar setengah ruangan ballroom akan cukup menampung seluruh peserta. Duh... makin gelisahlah aku... merasa bersalah karena tak menyampaikan informasi dengan baik dan benar -_-"

SMS konfirmasi ke beberapa orang penerima undangan pun segera kukirim untuk memastikan jumlah peserta yang datang. Mendapat jawaban negatif dari beberapa penerima undangan, perasaanku bercampur antara lega dan kecewa (haha... emang hati ini luar biasa, bisa menampung beberapa perasaan sekaligus :p). Kecewa karena berarti peserta yang datang hanya sedikit, lega karena peserta yang cuma sedikit itu bisa ditampung di atas karpet yang sudah digelar.

Tapi gelisah belum berakhir, merasa bersalah karena sebelumnya tidak menyampaikan informasi dengan baik... hiks... menyadari kalau kemampuan komunikasi masih belum berkembang baik... huff...

Tadinya sudah mau melupakan peristiwa ini dan move on, selama jantung masih berdetak, nafas masih berhembus (seeh... lagi belajar puitis) masih ada kesempatan buat belajar dan memperbaiki cara berkomunikasi (lain kali ajukan pertanyaan yang spesifik, biar jawabannya juga spesifik dan tepat sasaran ;)). Eh... tiba-tiba serasa diingatkan lagi waktu beli soto buat makan malam tadi.

aku : "mas, sotonya satu dibungkus ya"
asisten tukang soto : "... satu? dibungkus?"
aku : "iya"
asisten tukang soto : (menyampaikan pesananku pada rekannya, karena tampaknya dia sedang melayani pembeli lain)
asisten tukang soto : "pake nasi ga?"
aku : "ngga"
asisten tukang soto : (melihat rekannya sudah mendengar jawabanku lalu meneruskan kesibukannya)
tukang soto : (sibuk membungkus)
tukang soto : (menyodorkan bungkusan makanan sambil tersenyum) "ini, Neng"
aku : (menyodorkan uang sambil mengulurkan tangan untuk mengambil bungkusan makanan, tapi...)
aku : "eh... ko lele? sotooo..." (entah mungkin ekspresiku begitu memelas)
tukang soto : "oh? soto?" (sambil tetap tersenyum)
asisten tukang soto : "eh? soto? tadi kedengerannya lele? lele ko..." (berbicara dengan rekannya, bukan ke aku)
tukang soto : (mengangkat panci soto ke atas kompor untuk menghangatkan soto) "soto"
aku : (cuma bengong sambil jadi ga  yakin sama diri sendiri, tadi aku ngomong lele apa soto sih? perasaan udah bener ko ngomong soto... mungkin karena biasanya aku beli pecel lele kalau kesitu, jadinya disangkanya aku beli pecel lele lagi?)
tukang soto : (menyodorkan bungkusan makanan, masih sambil tersenyum, kali ini bener isinya soto) "ini, Neng"
aku : (menerima soto sambil masih tersenyum bingung dan menyodorkan uang pembayaran)
tukang soto : (menerima uang terus cari uang kembalian)
aku : (nunggu kembalian sambil masih bertanya-tanya dalam hati)
tukang soto : (menyodorkan uang kembalian sambil tersenyum) "ini, Neng"
aku : "makasih, mas"
tukang soto : "iya, Neng, sama-sama" (masih tetap tersenyum) --- service excellence oi... 

Dan akhirnya menikmati soto plus nasi hangat di rumah sambil senyum-senyum sendiri. Duh... lain kali mungkin suaranya harus lebih keras ya, atau konfirmasi ulang sebelum pesanannya dibuatkan, atau...yah pokoknya pastiin kalau pesanannya udah bener. Heuheu... double miskom this week... I really need to improve my communication skill... ;p

Monday, October 22, 2012

Sorting out old stuff

Pulang ke rumah berharap bisa langsung mandi dan berbaring, tapi... sampai ke rumah, ada kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya, atap kamarku yang bocor akhirnya selesai diperbaiki, ga perlu khawatir lagi lantai kamar becek kalau turun hujan. Kabar buruknya... hampir seluruh permukaan lantai kamar (plus seprai, plus meja komputer dan pernak-pernik di atasnya, plus baju-baju yang tergantung di dinding kamar)... sempurna terlapisi debu. Phew!

Oke... kenyangkan perut dulu, ganti kostum yang bisa langsung masuk cucian selesai beraksi, lalu kita mulai bersih-bersiiihhh...

Eit... apa itu... kotak surat di atas tempat tidur...
Hehe... sejak mengenal e-mail dan MIRC, kotak surat ini ga pernah dilirik lagi. Amplop-amplop di dalamnya sudah penuh debu, kotak suratnya pun sudah rusak, lemnya sudah tak melekat lagi, membuat amplop-amplop di dalamnya berhamburan di atas tempat tidurku. Iseng, sebelum mulai aksi pembersihan lantai, aku buka-buka amplop-amplop berdebu itu *penasaran.com

Wow... kartu-kartu lebaran dari sejak aku SD ternyata masih kusimpan rapi disitu (rapi? yakin?). Surat-surat semasa masih suka surat-menyurat dengan sepupu-sepupuku di luar kota dan teman-teman sekelas waktu SMP juga masih ada. Subhanallah... nostalgia...

Inginnya sih membaca isinya satu-persatu, tapi mengingat besok harus bangun pagi untuk berangkat kerja, tak boleh tidur terlalu malam, jadi... 'terpaksa' kurelakan isi kotak surat berpindah ke tempat sampah satu persatu. Hehe... kubuka dulu satu persatu, lihat sekilas siapa pengirimnya, baru dibuang ke kantong plastik.

Waa...jadi kangen teman-teman lama. Apa kabarnya ya? Lucu juga melihat koleksi surat-surat lama. Ga nyangka kalau dulu sempat hobi tulis-menulis surat dengan teman sekelas setelah beda sekolah. Hehe... sekarang kan paling SMS-an, itu pun kalau ingat, kalau sempat, kalau ada cerita, kalau ada bahan buat basa-basi, kalau... kalau...

Well... surat-surat lama (dan kotak suratnya) baru satu bagian yang disortir untuk pergi dan memberikan sedikit ruang kosong di kamarku. Lumayan, berkurang satu koleksi yang kemungkinan besar tak kan pernah disentuh lagi. Walaupun sempat ada perasaaan ga tega waktu mau membuang surat-surat tersebut (siapa tahu di waktu aku sudah tua nanti pengen bernostalgia lagi), tapi... demi memberikan sedikit ruang bernapas di satu bagian dinding, I must say goodbye to those stuff.

Iseng aku foto beberapa surat dan kartu lebaran sebelum dibuang.
Let me share you some of them here *pamer ceritanya :p





Sunday, September 16, 2012

I don't think about you anymore, but I don't think about you any less

A song by Hungry Ghosts.
I didn't really understand how it felt when I listened to the song for the first time.
But later on... a few months after... I guess I understand how the song feels...
Sometimes... you don't understand something right away, there would be moments and time that will lead you to understand... later...
For now... I'll just enjoy the song with a glass of hot chocolate