Saturday, July 18, 2015

Sebuah Fabel?



Katanya gajah adalah binatang yang memiliki daya ingat yang kuat. Semua hal yang dia alami akan selalu dia ingat, hal baik atau hal buruk. Itu sebabnya ada kisah tentang gajah sirkus yang sering digunakan dalam kisah-kisah motivasi tentang bagaimana mengubah mindset.

Tahu kan? Kisah seekor gajah sirkus yang semasa kecil kakinya dikekang dengan rantai. Setiap kali gajah itu mencoba bergerak, gerakannya terbatas sesuai panjang rantai yang mengekang kakinya. Sampai akhirnya gajah itu paham bahwa ruang geraknya terbatas, dia pun berhenti mencoba berjalan lebih jauh, hanya sebatas jangkauan panjang rantai. 



Ketika gajah sudah mulai terbiasa dengan ruang gerak yang terbatas, pawang sirkus pun mengganti rantainya dengan tali. Apa yang terjadi? Seandainya sang gajah mencoba lari, tali itu akan mudah putus oleh beratnya badan sang gajah. Tapi karena dalam pikirannya dia tidak bisa bergerak kemana-mana selain di sekitar tempatnya berdiri sekarang, dia pun tetap di tempat dan tak bergerak jauh-jauh.

Itulah yang sering dibahas oleh para motivator. Katanya jangan sampai kita seperti gajah itu. Terkekang oleh mindset yang penuh keterbatasan.

Nah… sekarang bagaimana kalau kasusnya seperti sang gajah? Mindset keterbatasan itu sudah terlalu kuat melekat dalam pikiran, sehingga setiap kali timbul keinginan untuk bergerak lebih jauh, pengalaman masa lalunya selalu mengingatkan dia bahwa dia takkan bisa bergerak lebih jauh. Ruang geraknya terbatas hanya di sekitar tempat dia berdiri sekarang.

Kalaupun dia ‘keukeuh’ ingin bergerak lebih jauh, sang ‘pawang’ selalu siap siaga untuk menguatkan kembali tali kekangnya, sehingga sang gajah kembali harus diam terduduk.

Hmm… apakah sang gajah sedang mencari pembenaran dengan menyalahkan sang pawang?

Dunno…

Hanya sekedar bahan renungan yang masih dalam pencarian jawaban.

Mungkin akan kutuangkan nanti kalau sudah ketemukan jawabannya…

Mungkin juga hanya akan kusimpan sendiri.

We’ll see…

*Gambar diambil dari http://www.danielbitz.com/wp-content/uploads/2013/03/Elephant-chains-latest-1024x680.png

Bergegas untuk Cinta



Cinta itu diputuskan cepat, karena cinta itu baik dan benar. Jika memutuskan kebenaran membutuhkan waktu lama, maka itu tidak benar.

Orang yang memutuskan mencintai seseorang, maka dengan segera dia akan melamarnya. Karena cinta itu cepat, tidak bisa ditunda-tunda. Jika seorang laki-laki memutuskan mencintai seseorang, tapi keputusan itu diikuti kegamangan untuk melamarnya, jangan sebut itu cinta. Karena cinta itu baik dan benar, dan kebenaran tidak diputuskan lama. Saat kita terlalu lama memutuskannya, maka itu tidak lagi jadi benar.

Seorang ayah yang cinta pada isteri dan anaknya, tak bisa berlama-lama jauh dari keluarganya. Jikapun pekerjaan memisahkan waktu dan tempat di antara mereka, maka waktu pulang adalah waktu yang paling ditunggu. Yang paling diharapkan segera, sekali lagi karena cinta itu bergegas. Tidak bisa menunggu lama.

Seorang hamba yang cinta pada Rabbnya, ia tak bisa berlama-lama jauh dari Tuhannya. Adzan berkumandang, dia segera bergegas, begitupun dengan panggilan amal sholeh lainnya. Dia tak bisa menunggu lama. Cinta membuatnya bergegas, dia tak mau jadi yang paling belakang.

Maka bisa jadi derajat cinta kita pada sesuatu dapat diukur salah satunya dari seberapa bergegasnya kita atas cinta kita. Semakin cepat semakin tinggi, dan semakin lambat, semakin rendah cinta kita.

Maka kelak jika hati dan akal seorang lelaki, sudah mengatakan mampu mengemban cinta pada seseorang. Putuskanlah dengan cepat. Jangan biarkan setan memberi ruang untuk dirimu bermaksiat. Jika kamu masih menimbang dengan sangat lama, maka tinggalkanlah dulu cinta itu. Berarti cintamu belum cukup benar. Taruhlah sebentar cintamu, lalu perjuangkan lagi saat tidak ada keraguan lagi di hatimu untuk melambatkannya.

Cinta itu bukan virus. Ia tak pernah mematikan. Justru cinta itu harus dirawat, dipelihara, diperhatikan agar terjaga kesehatannya. Syahwat dan setan lah yang menjadi virus bagi cinta yang membuat cinta jadi mematikan.

Bergegaslah mempersiapkan diri jika kau mulai merasakan cinta. Tutupi ia, jadikan ia rahasia besar dalam dirimu. Segerakan cintamu begitu kau mampu, karena mungkin kita tak sekuat Ali dan Fatimah dalam menyimpan rahasia cinta ini dari keingintahuan setan.

“Tiada terlihat bagi dua orang yang saling mencintai. Yang seperti pernikahan.” (HR Ibnu Majah)

Sumber: “Ajari Anakmu Cinta 2” oleh Tony Raharjo & Melly Ummu Kahla